Kali ini saya berhenti sejenak menulis artikel tentang IT, apalagi suasana di kawasan Jogja dan Sleman yang memprihatinkan karena efek dari letusan Gunung Merapi. Saya sendiri yang saat ini tinggal di wilayah Sleman, sekitar 23-24 km dari puncak Merapi turut merasakan kedahsyatan letusan yang terjadi dini hari tadi. Meskipun begitu, Alhamdulillah kami sekeluarga (dengan si kecil “fafa”) dalam keadaan sehat, meski sempat mengungsi mengingat hujan pasir, abu dan bau belerang yang cukup menyengat.
Kejadian semalam sejak sekitar jam 11 malam ( 23.00 ) mulai terdengar gemuruh yang awalnya saya kira hanya suara guntur biasa, tetapi istri saya kaget ketika mulai merasakan getaran-getaran yang menyertai gemuruh tersebut. Sekitar jam 24.00 Saya segera mengecek keluar rumah dan melihat ke arah utara (gunung merapi), dan ternyata suara gemuruh-gemuruh itu berasal dari sana, sampai puncaknya sempat terjadi gempa vulkanik yang tidak lama kemudian di ikuti letusan gunung Merapi.
Beberapa menit kemudian mulai terdengar suara seperti rintik hujan yang agak keras, yang ternyata adalah hujan pasir dari letusan tersebut. Lama-lama hujan pasir semakin deras yang semakin membuat khawatir, terutama dengan anak saya yang masih berusia sekitar 3 bulan. Hujan pasir berlangsung cukup lama, dan bau belerang ketika membuka pintu sangat terasa, dan membuat kepala pusing.
Tidak sedikit keluarga (tetangga) yang segera meninggalkan rumahnya, yang hampir dipastikan mereka menuju ke selatan, menjauhi gunung Merapi. Awalnya saya berencana langsung meninggalkan rumah dengan istri dan si kecil “fafa”, tetapi karena hujan pasir dan abu yang semakin deras, saya masih fikir-fikir, karena selain resiko hanya dengan menggunakan kendaraan bermotor, pasti di jalanan macet.
Sambil memantau keadaan terkini melalui televisi dan Internet ( http://merapi.combine.or.id/ ), saya menunggu suasana agak mereda, sampai akhirnya sekitar jam 01.30 WIB kami memutuskan “ngungsi” ke rumah mertua saya di Piyungan Bantul, mengingat kekhawatiran akan kondisi bayi kami. Setelah perjalanan yang cukup menegangkan (karena hampir seluruh wilayah jogja hujan abu yang cukup deras sehingga jarak pandang juga pendek), sekitar jam 02.30 Alhamdulillah akhirnya kami sampai dengan selamat.
Beberapa menit kemudian mulai terdengar suara seperti rintik hujan yang agak keras, yang ternyata adalah hujan pasir dari letusan tersebut. Lama-lama hujan pasir semakin deras yang semakin membuat khawatir, terutama dengan anak saya yang masih berusia sekitar 3 bulan. Hujan pasir berlangsung cukup lama, dan bau belerang ketika membuka pintu sangat terasa, dan membuat kepala pusing.
Tidak sedikit keluarga (tetangga) yang segera meninggalkan rumahnya, yang hampir dipastikan mereka menuju ke selatan, menjauhi gunung Merapi. Awalnya saya berencana langsung meninggalkan rumah dengan istri dan si kecil “fafa”, tetapi karena hujan pasir dan abu yang semakin deras, saya masih fikir-fikir, karena selain resiko hanya dengan menggunakan kendaraan bermotor, pasti di jalanan macet.
Sambil memantau keadaan terkini melalui televisi dan Internet ( http://merapi.combine.or.id/ ), saya menunggu suasana agak mereda, sampai akhirnya sekitar jam 01.30 WIB kami memutuskan “ngungsi” ke rumah mertua saya di Piyungan Bantul, mengingat kekhawatiran akan kondisi bayi kami. Setelah perjalanan yang cukup menegangkan (karena hampir seluruh wilayah jogja hujan abu yang cukup deras sehingga jarak pandang juga pendek), sekitar jam 02.30 Alhamdulillah akhirnya kami sampai dengan selamat.
Beberapa Foto
Beberapa foto suasana jalanan di jogja, sleman dan sekitarnya yang sempat saya ambil pada keesokan paginya, Jum’at 5 November 2010
0 Komentar