Hadirkan Niat dalam Ladangmu, Wahai Ibu
Belajar teori ikhlas mungkin bisa dilakukan dalam sehari,
namun belajar mengamalkan ikhlas, sepanjang hayat akan terus dipelajari.
Ikhlas tidaklah sekedar menyatakan ‘aku ikhlas’, tapi ikhlas
membutuhkan konsekuensi besar, karena menjadikan Wajah Allah semata
tujuannya. Sulit bukan?
Sulit, tapi bisa kita latih dan kita usahakan dalam setiap langkah.
Dalam segala hal baik bentuknya ibadah langsung kepada Allah ataupun
amalan-amalan dalam kehidupan sehari-hari. Tentunya bagi kita para
wanita, keikhlasan itu harus selalu kita hadirkan dalam rutinitas kita
menjadi istri dan ibu. Karena wanita adalah gudang dari keluhan, gudang
dari sifat sensitivitas sehingga terkadang kita lupa bahwa kita juga
gudang dari amal sholih. Tidak harus repot-repot shalat berjama’ah di
masjid, atau rihlah mencari ilmu seperti laki-laki atau harus berjihad.
Bahkan seorang wanita diperintahkan untuk tinggal di rumah-rumah mereka,
sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ
الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ
وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ
الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيراً
Artinya : “Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumah-rumah kalian dan
janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait, dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab: 33).
Cukup di rumah kita, sudah banyak lahan untuk bisa dijadikan ibadah,
tentunya dengan syarat, salah satunya adalah ikhlas. Sayangnya sebagian
dari kita tidak memanfaatkan hal tersebut malahan kebanyakan membuka
pintu celah setan untuk menggoda dengan banyak mengeluh, banyak
berandai-andai dan banyak panjang angan-angan.
Begitu mulianya wanita
di rumah. Kita terjaga dari fitnah dan kita bisa beramal sholih sebanyak
yang kita mampu. Semua bisa dilakukan di rumah. Sebagai contoh,
rutinitas kita dalam menjaga, merawat dan mendidik anak, merupakan
ladang bagi para wanita khususnya agar bisa memperoleh pahala
sebanyak-banyaknya. Memang dirasa bak teori belaka dan akan ribet jika
dilakukan. Hal tersebut karena kita lupa bahwa menjaga, merawat dan
mendidik anak adalah kewajiban kita sebagai orang tua, bukan rutinitas
belaka atau bisa kita pindah tangankan begitu saja ke pembantu atau
lembaga-lembaga sekolah tertentu.
Namun memang benar ada sebagian wanita pula yang berpendapat ‘saya
juga punya hak bebas dan saya punya duit’. Akibatnya, segala
kewajibannya berkaitan dengan rumah dan anak dipasrahkan orang lain.
Sedangkan wanita tersebut hanya sibuk dandan, leha-leha bahkan
menghabiskan waktu dengan cuci mata, baik di dunia nyata atau lewat
dunia maya untuk bergaul yang tidak jelas tujuannya.
Hak bebas seperti apa yang wanita tersebut inginkan? Bebas dari
tangisan anak? Bebas dari rewelan anak? Sungguh tragis ketika kita
merasa bising dengan tangisan anak, capek dan banyak mengeluh bahkan
mengumpat dengan banyaknya mainan yang berserakan setiap hari, bosan
harus mengajari anak membaca dan menulis serta merasa ribet dengan
banyaknya permintaan anak ketika di rumah.
Wahai saudariku, saya dan
anda adalah wanita. Tentunya kita tahu hadits yang menyatakan bahwa
penghuni neraka terbanyak adalah wanita, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي أُرِيتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ
Artinya: “Wahai kaum wanita, bersedekahlah kalian dan perbanyaklah
istighfar! Sesungguhnya aku melihat kalian sebagai penghuni mayoritas di
neraka.”
(HR. Bukhari 304 & Muslim 132)
Apakah dengan mengetahuinya belum cukup untuk membuat kita takut dan
mulai berbenah diri ?? Salah satunya dengan menunaikan kewajiban kita
mendidik anak dengan baik dan benar. Mendidik anak adalah salah satu
bentuk amalan yang bisa bernilai ibadah jika kita melakukannya ikhlas
karena Allah dan untuk mendidik anak kita sendiri tak disyaratkan kita
harus sarjana atau hafidzoh atau juara, cukup kita ingat firman Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ
شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا
يُؤْمَرُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan
keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
Ketahuilah saudariku, tatkala anak-anak kita menjadi anak yang
sholih-sholihah, mereka bisa menjadi aset tabungan jangka panjang kita
tatkala di akherat kelak, karena doa anak sholih akan dikabulkan. Dari
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu berkata Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ
ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ،
أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَه
Artinya: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya
kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan,
atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Maka jangan abaikan mendidik anak dan sertailah dengan keikhlasan
agar usaha kita tak sia-sia belaka namun berujung pahala.
Jika kita
sudah terbangun dan akhirnya menyadari bahwa mendidik anak adalah
kewajiban kita, pijakan sebagai langkah awal dalam mendidik anak-anak
adalah berusaha menghadirkan keikhlasan, agar apa yang telah kita
usahakan berbuah pahala dari Allah dan juga menumbuhkan anak-anak yang
senantiasa ikhlas dalam beramalan.
Ingatlah selalu hadits dari umar bin
khattab bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى
“Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat; dan
sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari)
apa yang diniatkannya.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Sangat disayangkan bahwa amal yang kita lakukan hanya sebatas niat
dunia saja. Seperti misalnya ikhlas yang tidak atau belum hadir dalam:
1. Menentukan tujuan ketika mengajari anak
Fenomena yang sering muncul adalah para orangtua berlomba-lomba mengajari anak ini dan itu hanya untuk kebanggaan atau popularitas. Para orang tua dengan sangat egois menyuruh anaknya belajar ini dan itu agar tidak kalah dengan yang lain, atau agar menjadi penenang pertama atau agar tidak mempermalukan orang tua di hadapan orang lain. Akibatnya anak-anak dipaksa dan dipaksa, dibentak dan dicaci atau bahkan dibanding-bandingkan. Begitulah terkadang egoisnya kita sebagai orang tua. Sampai tanpa sadar kita telah menanamkan kepada anak, rasa tidak ikhlas dalam melakukan sesuatu. Ya… misalnya, melakukan sesuatu karena takut mama atau ayah atau melakukan sesuatu agar disanjung orang. Padahal hanya Allah lah yang perlu ditakuti sebagaimana firman Allah:
Fenomena yang sering muncul adalah para orangtua berlomba-lomba mengajari anak ini dan itu hanya untuk kebanggaan atau popularitas. Para orang tua dengan sangat egois menyuruh anaknya belajar ini dan itu agar tidak kalah dengan yang lain, atau agar menjadi penenang pertama atau agar tidak mempermalukan orang tua di hadapan orang lain. Akibatnya anak-anak dipaksa dan dipaksa, dibentak dan dicaci atau bahkan dibanding-bandingkan. Begitulah terkadang egoisnya kita sebagai orang tua. Sampai tanpa sadar kita telah menanamkan kepada anak, rasa tidak ikhlas dalam melakukan sesuatu. Ya… misalnya, melakukan sesuatu karena takut mama atau ayah atau melakukan sesuatu agar disanjung orang. Padahal hanya Allah lah yang perlu ditakuti sebagaimana firman Allah:
فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ . . .
Artinya:“Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku.” (QS. Al-Ma’idah: 44)
Ternyata tanpa disadari kita membuat mereka bak robot yang tidak
berperasaan dan tidak punya pikiran untuk sebuah pilihan pendapat dan
yang terutama menanamkan jiwa pamrih dalam dirinya. Bagaimana mungkin
anak-anak kita menjadi anak yang takut hanya kepada Allah atau amalannya
hanya untuk Allah jika awal pijakkan kita dalam mendidik mereka pun
sudah salah. Apakah ketika mereka sudah dewasa dan ternyata terpatri
jiwa mengeluh atau pun jiwa pamrih lantas kita salahkan? Bahkan tatkala
kita tua dan butuh perawatan, mereka akan bersedia merawat kita jika
kita memberi warisan yang banyak, dan dengan keadaan seperti itu kita
protes? Tentu tidak bisa…. apa yang kita berikan itu yang akan kita tuai
dimasa mendatang.
Ulama memberikan kaidah: al-jazaa min jinsil ‘amal (balasan
itu sejenis dengan amal).
Menuntut dan menuntut itulah salah satu
tanda kita belum ikhlas. Tidak pantas kita menundukkan kepala hanya
karena anak kita tidak juara, dan tidak tepat bagi kita memaksakan
sesuatu kepada anak hanya karena orientasi dunia. Na’adzubillahi min dzalik.
Biarlah mereka berkembang menjadi dirinya sendiri. Kita sebagai ibu
hanya menunjukkan dan menggandengnya untuk mengetahui mana yang benar
maupun yang salah, agar mereka tidak salah jalan tanpa harus memaksa.
Toh anak kita punya takdirnya sendiri dan rizki yang sudah ditentukan
sejak mereka dalam kandungan.
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِيْ بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ
يَوْمَاً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ،ثُمَّ يَكُوْنُ
مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ،ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ المَلَكُ فَيَنفُخُ فِيْهِ
الرٌّوْحَ،وَيَؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ
وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ
“Sesungguhnya salah satu dari kalian dihimpun penciptaannya di perut
ibunya dalam bentuk nutfah selama 40 hari, kemudian menjadi ‘alaqah
selama 40 hari, kemudian menjadi mudhgah selama 40 hari, lantas
diutuslah malaikat dan meniupkan ruh padanya. Dan ia diperintah untuk
menuliskan empat ketetapan, (yaitu) menulis rizki, ajal, amalan dan
apakah ia (nanti) celaka atau bahagia …”.(Muttafaqun ‘alaih)
2. Mendidik anak dengan hadiah
Kita secara tidak langsung memjadikan mereka tidak ikhlas tatkala sering bahkan selalu memberikan hadiah setiap amal perbuatan baik yang mereka lakukan. Sedikit-sedikit hadiah, makanan, mainan dll, tanpa kita selipkan unsur ikhlas karena Allah. Bisa jadi ketika dewasa nanti setiap jerih payahnya harus tertebus dengan nikmat dunia belaka. Hal ini juga harus kita waspadai. Mereka itu ibarat kertas putih akan berubah warna sesuai dengan warna apa yang kita berikan kepada mereka. Artinya ketika kita sedari kecil sudah membiasakan ikhlas di setiap amalan mereka tentu di dalam hati dan pikirannya akan terpatri didikan dari kecil tersebut. Sehingga tatkala sudah baligh mereka akan senantiasa menjaga shalat jamaahnya karena takut Allah dan berharap kepada Allah bukan karena ingin mendapat hadiah kita atau takut kepada kita. Dan ketika anak kita tidak dalam pengawasan kita, mereka tetap menjaga akhlaknya karena merasa selalu diawasi Allaah bukan karena takut omelan kita. Namun boleh-boleh saja merangsang anak terutama balita dengan hadiah karna kondisi nalar mereka yang belum berkembang, akan tetapi tetap ingatkan dan selipkan tentang ikhlas bagaimanapun bentuk caranya, insya Allaah bisa kita lakukan, biidznillah.
Kita secara tidak langsung memjadikan mereka tidak ikhlas tatkala sering bahkan selalu memberikan hadiah setiap amal perbuatan baik yang mereka lakukan. Sedikit-sedikit hadiah, makanan, mainan dll, tanpa kita selipkan unsur ikhlas karena Allah. Bisa jadi ketika dewasa nanti setiap jerih payahnya harus tertebus dengan nikmat dunia belaka. Hal ini juga harus kita waspadai. Mereka itu ibarat kertas putih akan berubah warna sesuai dengan warna apa yang kita berikan kepada mereka. Artinya ketika kita sedari kecil sudah membiasakan ikhlas di setiap amalan mereka tentu di dalam hati dan pikirannya akan terpatri didikan dari kecil tersebut. Sehingga tatkala sudah baligh mereka akan senantiasa menjaga shalat jamaahnya karena takut Allah dan berharap kepada Allah bukan karena ingin mendapat hadiah kita atau takut kepada kita. Dan ketika anak kita tidak dalam pengawasan kita, mereka tetap menjaga akhlaknya karena merasa selalu diawasi Allaah bukan karena takut omelan kita. Namun boleh-boleh saja merangsang anak terutama balita dengan hadiah karna kondisi nalar mereka yang belum berkembang, akan tetapi tetap ingatkan dan selipkan tentang ikhlas bagaimanapun bentuk caranya, insya Allaah bisa kita lakukan, biidznillah.
3. Mendo’akan anak
Kita sebagai ibu terkadang hanya mendoakan untuk kebaikan dunia anak kita, biar anak kita juara, pandai atau bahkan kaya, punya ini dan itu dan kita melupakan mendoakan agar mereka menjadi anak yang shalih sekaligus mukhlisin. Karena terkadang orientasi orang tua kebahagiaan adalah berkecukupan nikmat dunia belaka, sedangkan bahagia akhirat dinomorduakan. Padahal kita tahu bahwa do’a orang tua untuk anaknya itu adalah do’a yang mustajab. Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
Kita sebagai ibu terkadang hanya mendoakan untuk kebaikan dunia anak kita, biar anak kita juara, pandai atau bahkan kaya, punya ini dan itu dan kita melupakan mendoakan agar mereka menjadi anak yang shalih sekaligus mukhlisin. Karena terkadang orientasi orang tua kebahagiaan adalah berkecukupan nikmat dunia belaka, sedangkan bahagia akhirat dinomorduakan. Padahal kita tahu bahwa do’a orang tua untuk anaknya itu adalah do’a yang mustajab. Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ : دَعْوَةُ الْوَالِدِ ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ ”
“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang
tua, doa orang yang bepergian (safar) dan doa orang yang dizholimi.”
(HR. Abu Daud no.1316)
Sayang jika kita hanya mendoakan kebaikan buah hati untuk urusan
dunia saja. Hendaknya kita doakan anak-anak kita baik urusan dunia dan
akhirat.
Saudariku, dalam menjalankan keikhlasan kita juga butuh
pertolongan Allah. Maka agar amalan-amalan kita dan anak kita senantiasa
ikhlas, mintalah pertolongan kepadaNya.
Allah berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمْ ادْعُوْنِيْ آسْتَجِبْ لَكُمْ إنَّ الَّذِينَ
يَسْتَكْبِرُوْنَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُوْنَ جَهَنَّمَ دَاخِرِيْنَ
Artinya: “Dan Rabb-mu berfirman, Berdoalah kepadaKu, Aku akan
kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena
enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam
dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60)
Saudariku, jadikanlah kewajiban-kewajiban kita ini bernilai pahala di
sisi Allah dengan cara memperhatikan niat. Hanya karena niat ini amal
kita diterima. Cobalah untuk banyak memberi teladan keikhlasan agar
anak-anak bisa menilai dan akhirnya meniru. Anak-anak lebih mudah
menyerap apa yang dia lihat daripada apa yang dia dengar.
Jika ingin buah hati kita shalih maka jadilah kita ibu shalihah
Jika ingin anak kita menjadi mukhlisin maka awali si ibu mejadi wanita yang ikhlas dan tak mudah keluh kesah
Anak terdidik berakhlak baik dan berpemahaman benar karena memiliki ibu yang karimah
Jangan berhenti menggandeng tangan mereka agar mereka selalu ikhlas walau jiwa sudah berpeluh dan raga mulai lelah
Anak terdidik berakhlak baik dan berpemahaman benar karena memiliki ibu yang karimah
Jangan berhenti menggandeng tangan mereka agar mereka selalu ikhlas walau jiwa sudah berpeluh dan raga mulai lelah
Karena ikhlas mengantarkan anak-anak kita bahagia dunia dan meraih al-jannah.
—-
Penulis: Ummu Hamzah
—-
Penulis: Ummu Hamzah
Murojaah: Ustadz Ammi Nur Baits
0 Komentar