Tata Cara Shalat Sesuai Sunnah Nabi
Buletin At-Tauhid edisi 9 Tahun XI
Pembaca buletin At Tauhid yang semoga senantiasa dirahmati
Allah, berikut ini kami sajikan tuntunan cara shalat sesuai sunnah Nabi
shallallahu’alaihi wasallam secara ringkas dan padat. Semoga dapat
menjadi rujukan dan panduan dalam menunaikan ibadah yang agung ini,
yaitu ibadah shalat.
Cara melakukan shalat adalah sebagai berikut:
1. Berniat untuk shalat (rukun shalat)
Niat adalah maksud hati untuk melakukan sesuatu. Shalat
tidaklah sah tanpa niat, dan shalat tidaklah diterima jika niat shalat
bukan karena Allah. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Setiap
amal tergantung pada niatnya” (HR. Bukhari-Muslim). Para ulama sepakat
niat adalah amalan hati, sehingga niat tidak perlu diucapkan. Ketika
hati sudah beritikad untuk melakukan shalat, itu sudah niat yang sah.
Nabi shallallahu’alaihi wasallam juga tidak pernah mengajarkan lafal
tertentu untuk niat shalat.
2. Berdiri tegak menghadap kiblat (rukun shalat)
Berdiri ketika shalat wajib, termasuk rukun shalat.
Diantara dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam :
“Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu maka duduk, jika tidak mampu
maka sambil berbaring” (HR. Bukhari). Hadits ini juga menunjukkan boleh
shalat dalam keadaan duduk jika tidak mampu berdiri, atau berbaring
jika tidak mampu duduk. Wajib menghadap ke arah kiblat ketika berdiri,
kecuali shalat di atas kendaraan. Bagi penduduk Makkah, wajib menghadap
ke arah ka’bah. Adapun bagi penduduk luar Makkah, cukup mengarah ke arah
kota Makkah tidak harus pas ke ka’bah. Pandangan mata ketika berdiri,
lebih utama memandang ke arah tempat sujud. Boleh memandang ke depan
atau ke bawah, dan terlarang keras memandang ke atas atau ke samping
tanpa ada kebutuhan.
3. Melakukan takbiratul ihram (rukun shalat)
Caranya dengan mengangkat kedua tangan sambil mengucapkan
“Allahu akbar” dengan suara yang minimal dapat didengar diri sendiri.
Tidak sah shalat tanpa Takbiratul ihram. Nabi shallallahu’alaihi
wasallam bersabda: “Jika engkau hendak shalat, ambilah wudhu lalu
menghadap kiblat dan bertakbirlah” (HR. Bukhari-Muslim). Tangan diangkat
sampai setinggi pundak (sebagaimana hadits riwayat Ahmad (shahih)) atau
pangkal telinga (sebagaimana hadits riwayat Muslim.
4. Bersedekap
Setelah takbiratul ihram, tangan bersedekap. Hukumnya
sunnah. Caranya yaitu dengan meletakkan tangan kanan berada di atas
tangan kiri. Sahl bin Sa’ad berkata: “Dahulu orang-orang diperintahkan
untuk meletakkan tangan kanan di atas lengan kirinya ketika shalat” (HR.
Al Bukhari). Ada dua bentuk bersedekap yang boleh dipilih :
1. al wadh’u (meletakkan kanan di atas kiri tanpa
melingkari atau menggenggam). Letak tangan kanan ada di tiga tempat: di
punggung tangan kiri, di pergelangan tangan kiri dan di lengan bawah
dari tangan kiri. Dalilnya, hadits dari Wa’il bin Hujr tentang sifat
shalat Nabi, “..setelah itu beliau meletakkan tangan kanannya di atas
punggung tangan kiri, atau di atas pergelangan tangan atau di atas
lengan” (HR. Abu Daud, shahih).
2. al qabdhu (jari-jari tangan kanan melingkari atau
menggenggam tangan kiri). Dalilnya, hadits dari Wa’il bin Hujr: “Aku
Melihat Nabi shallallahu’alaihi wasallam berdiri dalam shalat beliau
melingkari tangan kirinya dengan tangan kanannya” (HR. An Nasa-i,
shahih). Adapun mengenai letak sedekap, tidak terdapat hadits yang
shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengenai hal ini. Sehingga
perkaranya longgar, boleh di dada, boleh di perut atau juga di bawah
perut, semua ini ada contohnya dari salafus shalih.
5. Membaca doa istiftah
6. Membaca ta’awudz lalu basmalah
Setelah membaca istiftah, lalu membaca ta’awudz. Hukumnya
sunnah. Ada beberapa bacaan ta’awudz yang shahih, diantaranya:
“a’uudzubillaahi minas syaithaanir rajiim” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam
Al Mushannaf) atau “a’uudzubillaahis samii’il ‘aliimi minas syaithaanir
rajiim” (HR. Abdurrazaq dalam Al Mushannaf). Ta’awudz dibaca secara sirr
(lirih). Para ulama berbeda pendapat apakah basmalah dibaca secara jahr
(keras) atau sirr (lirih). Yang rajih, lebih afdhal membacanya secara
sirr (lirih), namun boleh sesekali membaca secara jahr karena riwayat
dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa beliau mengeraskan basmalah.
7. Membaca Al Fatihah (rukun shalat)
Setelah membaca ta’awudz, lalu membaca surat Al Fatihah.
Tidak sah shalat tanpa membaca Al Fatihah. Nabi shallallahu’alaihi
wasallam bersabda: “tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca
Faatihatul Kitaab” (HR. Bukhari-Muslim). Namun berbeda lagi bagi makmum,
para ulama berbeda pendapat apakah makmum ikut membaca Al Fatihah
ataukah diam mendengarkan bacaan imam. Yang rajih, jika makmum mendengar
imam sedang membaca (secara jahr), maka ia wajib mendengarkan dan diam.
Makmum tidak membaca Al Fatihah ataupun bacaan lain. Jika makmum tidak
mendengarkan imam membaca (karena dibaca secara sirr), maka ia wajib
membaca Al Fatihah. Inilah pendapat jumhur ulama. Setelah membaca Al
Fatihah, disunnahkan mengucapkan “aamiin” dengan jahr (keras). “aamiin”
artinya “ya Allah kabulkanlah”.
8. Membaca surat dari Al Qur’an
Kemudian disunnahkan membaca surat dari Al Qur’an (selain
Al Fatihah) yang dihafal, dengan jahr (keras) di shalat jahriyyah
(maghrib, isya’, dan subuh).
9. Rukuk
Dengan mengucapkan “Allahu Akbar” sambil mengangkat kedua
tangan, sama seperti cara takbiratul ihram, kemudian membungkukkan badan
sehingga punggung dan kepala dalam keadaan lurus, telapak tangan
menggenggam lutut dengan jari-jari direnggangkan. Dari Abu Humaid As
Sa’idi mengatakan: “Nabi shallallahu’alaihi wasallam jika rukuk, beliau
meletakkan kedua tangannya pada lututnya, dan meluruskan punggungnya”
(HR. Al Bukhari). Ketika rukuk membaca doa: “subhaana rabbiyal ‘azhiim”
(HR. Al Bukhari) sebanyak 3x atau lebih.
10. I’tidal (bangun dari rukuk)
Bangun dari rukuk hingga berdiri tegak sambil mengucapkan:
“sami’allahu liman hamidah”, bagi imam atau orang yang shalat sendiri.
Bagi makmum membaca: “rabbanaa walakal hamdu”. Sambil mengangkat kedua
tangan seperti cara mengangkat tangan ketika takbir.
11. Melakukan sujud pertama
Dari kondisi berdiri setelah i’tidal, turun untuk bersujud
sambil mengucapkan “Allahu Akbar”. Para ulama berbeda pendapat apakah
lebih dahulu tangan ataukah lutut ketika turun. Yang rajih, wallahu
a’lam, sebagaimana riwayat dari Ibnu Umar: “bahwasanya ia turun sujud
dengan kedua tangannya sebelum lututnya” (HR. Al Bukhari secara
mu’allaq, Abu Daud). Cara sujud adalah dengan menempelkan 7 anggota
badan. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam : “aku
diperintahkan untuk sujud dengan 7 anggota badan: jidat (sambil
menunjukkan kepada hidungnya), 2 tangan, 2 lutut, dan jari-jari kedua
kaki” (HR. Bukhari-Muslim). Hadits ini menunjukkan bahwa hidung juga
termasuk yang wajib ditempelkan. Kemudian kedua tangan sejajar dengan
pundaknya atau pangkal telinganya, dengan jari-jari dalam keadaan rapat
dan menghadap kiblat. Lengan dibuka dan tidak menempel dengan badan.
“Nabi shallallahu’alaihi wasallam jika shalat (sujud) beliau
merenggangkan kedua tangannya hingga terlihat putihnya ketiak beliau”
(HR. Bukhari-Muslim). Namun ini dilakukan semampunya tanpa mengganggu
orang yang shalat di sebelahnya. Ketika sujud membaca doa: “subhaana
rabbiyal a’laa” sebanyak 3 kali atau lebih. Dianjurkan memperbanyak doa
ketika sujud, karena seorang hamba paling dekat dengan Rabb-nya adalah
ketika sujud.
12. Duduk di antara 2 sujud
Bangun dari sujud sambil mengucapkan “Allahu akbar” tanpa
mengangkat tangan, kemudian duduk iftirasy. Duduk iftirasy adalah duduk
dengan cara menegakkan telapak kaki kanan dan posisi jari-jarinya
menghadap kiblat. Sedangkan kaki kiri dalam keadaan tidur dan diduduki
oleh pantat. Kedua tangan diletakkan di atas paha, jari-jari menghadap
ke kiblat. Ketika duduk, mengucapkan doa: “rabbighfirlii” (HR. Abu Daud,
Ibnu Majah, An Nasa-i. shahih).
13. Melakukan sujud kedua
Dari posisi duduk, turun untuk sujud sambil mengucapkan
“Allahu Akbar”, kemudian sujud dengan tata cara sujud yang sama seperti
sujud pertama.
14. Melakukan duduk istirahat dan bangun menuju rakaat kedua
Dari posisi sujud, bangkit tanpa bertakbir, untuk duduk
sejenak dengan posisi duduk iftirasy. Lalu bangun untuk berdiri menuju
rakaat yang kedua sambil mengucapkan “Allahu Akbar” dan mengangkat kedua
tangan seperti cara mengangkat tangan pada takbiratul ihram. Takbir ini
dinamakan takbir intiqal. Intiqal artinya berpindah, karena takbir ini
dilakukan ketika berpindah dari satu rukun menuju rukun berikutnya.
15. Melakukan tata cara yang sama seperti rakaat pertama
Setelah melakukan takbir intiqal, berdiri secara sempurna
dan bersedekap sebagaimana pada rakaat pertama. Kemudian seterusnya
melakukan hal yang sama seperti pada rakaat pertama. Perbedaan hanya
terletak pada beberapa hal:
- Pada rakaat kedua dan seterusnya, tidak disyariatkan membaca doa istiftah. Sebagaimana namanya, istiftah artinya ‘membuka’, hanya disyariatkan pada rakaat pertama. Maka, setelah takbir intiqal, langsung membaca basmalah dan seterusnya.
- Pada shalat yang jumlah rakaatnya lebih dari dua, maka rakaat ketiga atau rakaat keempat, bacaan Al Fatihah dan bacaan surat tidak dikeraskan
- Pada rakaat kedua, pada shalat yang rakaatnya lebih dari dua, setelah bangun dari sujud yang kedua, tidak melakukan duduk istirahat melainkan duduk tasyahud awal dan melakukan tasyahud awal.
- Pada rakaat terakhir, berapapun jumlah rakaatnya, setelah bangun dari sujud yang kedua, tidak melakukan duduk istirahat melainkan duduk tasyahud akhir dan melakukan tasyahud akhir.
16. Cara duduk tasyahud awal
Duduk dengan posisi duduk iftirasy, kemudian mengangkat
jari telunjuk kanan hingga lurus ke arah kiblat. Sambil membaca doa: “at
taahiyaatu lillah was sholawaatu wat thoyyibaatu, as salaamu ‘alaika
ayyuhannabiyyu warohmatulloohi wabarokaatuh, assalaamu ‘alaina wa’alaa
ibaadillaahis shoolihiin, asyhadu allaa ilaaha illallooh wa asyhadu anna
muhammadarrosuulullooh” (HR. Bukhari-Muslim). Dan ada beberapa bacaan
doa tasyahud lainnya yang shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam.
Dianjurkan untuk membaca shalawat saat tasyahud awal. Setelah tasyahud
awal, berdiri menuju rakaat ketiga sebagaimana telah dijelaskan.
17. Cara duduk tasyahud akhir
Para ulama berbeda pendapat mengenai posisi duduk tasyahud
akhir, sebagian ulama menyatakan bahwa posisinya tawarruk, yaitu duduk
dengan cara menegakkan telapak kaki kanan dan posisi jari-jarinya
menghadap kiblat. Sedangkan telapak kaki kiri berada di depan kaki kanan
dan bokong menyentuh lantai. Sebagian ulama menyatakan, untuk shalat
yang dua rakaat, maka duduk tasyahud akhir dengan posisi iftirasy. Namun
dalam masalah ini, perkaranya longgar. Kemudian mengangkat jari
telunjuk kanan hingga lurus ke arah kiblat. Sambil membaca doa tasyahud
sebagaimana pada tasyahud awal, lalu diwajibkan untuk membaca shalawat:
“Alloohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa
shollaita ‘alaa Ibroohiim, wa ‘alaa aali Ibroohiim, innaka
hamiidummajiid” (HR. Bukhori-Muslim). Terdapat juga lafadz lain yang
shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam .
18. Berdoa sebelum salam
Dianjurkan membaca doa sebelum salam. Yaitu doa: “Allohumma
inni a’udzubika min ‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil qobri, wa min
fitnatil mahyaa wal mamaat, wa min syarri fitnati masiihid dajjaal” (HR.
Muslim). Kemudian dianjurkan membaca doa apa saja yang diinginkan.
19. Salam
Dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” sambil
menoleh ke kanan hingga pipi kanan terlihat dari belakang. Dan
mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” sambil menoleh ke kiri
hingga pipi kiri terlihat dari belakang. Dan tidak terdapat hadits
shahih mengenai mengusap wajah setelah salam, sehingga hal ini tidak
perlu dilakukan.
Semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq kepada kita semua dan
menerima amal ibadah yang kita lakukan. Wabillahi at taufiq was sadaad.
Rujukan utama: Sifatu Shalatin Nabi karya Syaikh Abdul Aziz Ath Tharifi hafizhahullah
Penulis : Yulian Purnama, S.Kom. (Alumni Mahad Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Murojaah : Ust. Aris Munandar, SS, MPI
Pertanyaan :
Bagaimana cara melakukan sujud yang benar?
Tata Cara Shalat Sesuai Sunnah Nabi
Pembaca buletin At Tauhid yang semoga senantiasa dirahmati
Allah, berikut ini kami sajikan tuntunan cara shalat sesuai sunnah Nabi
shallallahu’alaihi wasallam secara ringkas dan padat. Semoga dapat
menjadi rujukan dan panduan dalam menunaikan ibadah yang agung ini,
yaitu ibadah shalat.
Cara melakukan shalat adalah sebagai berikut:
1. Berniat untuk shalat (rukun shalat)
Niat adalah maksud hati untuk melakukan sesuatu. Shalat
tidaklah sah tanpa niat, dan shalat tidaklah diterima jika niat shalat
bukan karena Allah. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Setiap
amal tergantung pada niatnya” (HR. Bukhari-Muslim). Para ulama sepakat
niat adalah amalan hati, sehingga niat tidak perlu diucapkan. Ketika
hati sudah beritikad untuk melakukan shalat, itu sudah niat yang sah.
Nabi shallallahu’alaihi wasallam juga tidak pernah mengajarkan lafal
tertentu untuk niat shalat.
2. Berdiri tegak menghadap kiblat (rukun shalat)
Berdiri ketika shalat wajib, termasuk rukun shalat.
Diantara dalilnya adalah sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam :
“Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu maka duduk, jika tidak mampu
maka sambil berbaring” (HR. Bukhari). Hadits ini juga menunjukkan boleh
shalat dalam keadaan duduk jika tidak mampu berdiri, atau berbaring
jika tidak mampu duduk. Wajib menghadap ke arah kiblat ketika berdiri,
kecuali shalat di atas kendaraan. Bagi penduduk Makkah, wajib menghadap
ke arah ka’bah. Adapun bagi penduduk luar Makkah, cukup mengarah ke arah
kota Makkah tidak harus pas ke ka’bah. Pandangan mata ketika berdiri,
lebih utama memandang ke arah tempat sujud. Boleh memandang ke depan
atau ke bawah, dan terlarang keras memandang ke atas atau ke samping
tanpa ada kebutuhan.
3. Melakukan takbiratul ihram (rukun shalat)
Caranya dengan mengangkat kedua tangan sambil mengucapkan
“Allahu akbar” dengan suara yang minimal dapat didengar diri sendiri.
Tidak sah shalat tanpa Takbiratul ihram. Nabi shallallahu’alaihi
wasallam bersabda: “Jika engkau hendak shalat, ambilah wudhu lalu
menghadap kiblat dan bertakbirlah” (HR. Bukhari-Muslim). Tangan diangkat
sampai setinggi pundak (sebagaimana hadits riwayat Ahmad (shahih)) atau
pangkal telinga (sebagaimana hadits riwayat Muslim.
4. Bersedekap
Setelah takbiratul ihram, tangan bersedekap. Hukumnya
sunnah. Caranya yaitu dengan meletakkan tangan kanan berada di atas
tangan kiri. Sahl bin Sa’ad berkata: “Dahulu orang-orang diperintahkan
untuk meletakkan tangan kanan di atas lengan kirinya ketika shalat” (HR.
Al Bukhari). Ada dua bentuk bersedekap yang boleh dipilih :
1. al wadh’u (meletakkan kanan di atas kiri tanpa
melingkari atau menggenggam). Letak tangan kanan ada di tiga tempat: di
punggung tangan kiri, di pergelangan tangan kiri dan di lengan bawah
dari tangan kiri. Dalilnya, hadits dari Wa’il bin Hujr tentang sifat
shalat Nabi, “..setelah itu beliau meletakkan tangan kanannya di atas
punggung tangan kiri, atau di atas pergelangan tangan atau di atas
lengan” (HR. Abu Daud, shahih).
2. al qabdhu (jari-jari tangan kanan melingkari atau
menggenggam tangan kiri). Dalilnya, hadits dari Wa’il bin Hujr: “Aku
Melihat Nabi shallallahu’alaihi wasallam berdiri dalam shalat beliau
melingkari tangan kirinya dengan tangan kanannya” (HR. An Nasa-i,
shahih). Adapun mengenai letak sedekap, tidak terdapat hadits yang
shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengenai hal ini. Sehingga
perkaranya longgar, boleh di dada, boleh di perut atau juga di bawah
perut, semua ini ada contohnya dari salafus shalih.
5. Membaca doa istiftah
6. Membaca ta’awudz lalu basmalah
Setelah membaca istiftah, lalu membaca ta’awudz. Hukumnya
sunnah. Ada beberapa bacaan ta’awudz yang shahih, diantaranya:
“a’uudzubillaahi minas syaithaanir rajiim” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam
Al Mushannaf) atau “a’uudzubillaahis samii’il ‘aliimi minas syaithaanir
rajiim” (HR. Abdurrazaq dalam Al Mushannaf). Ta’awudz dibaca secara sirr
(lirih). Para ulama berbeda pendapat apakah basmalah dibaca secara jahr
(keras) atau sirr (lirih). Yang rajih, lebih afdhal membacanya secara
sirr (lirih), namun boleh sesekali membaca secara jahr karena riwayat
dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa beliau mengeraskan basmalah.
7. Membaca Al Fatihah (rukun shalat)
Setelah membaca ta’awudz, lalu membaca surat Al Fatihah.
Tidak sah shalat tanpa membaca Al Fatihah. Nabi shallallahu’alaihi
wasallam bersabda: “tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca
Faatihatul Kitaab” (HR. Bukhari-Muslim). Namun berbeda lagi bagi makmum,
para ulama berbeda pendapat apakah makmum ikut membaca Al Fatihah
ataukah diam mendengarkan bacaan imam. Yang rajih, jika makmum mendengar
imam sedang membaca (secara jahr), maka ia wajib mendengarkan dan diam.
Makmum tidak membaca Al Fatihah ataupun bacaan lain. Jika makmum tidak
mendengarkan imam membaca (karena dibaca secara sirr), maka ia wajib
membaca Al Fatihah. Inilah pendapat jumhur ulama. Setelah membaca Al
Fatihah, disunnahkan mengucapkan “aamiin” dengan jahr (keras). “aamiin”
artinya “ya Allah kabulkanlah”.
8. Membaca surat dari Al Qur’an
Kemudian disunnahkan membaca surat dari Al Qur’an (selain
Al Fatihah) yang dihafal, dengan jahr (keras) di shalat jahriyyah
(maghrib, isya’, dan subuh).
9. Rukuk
Dengan mengucapkan “Allahu Akbar” sambil mengangkat kedua
tangan, sama seperti cara takbiratul ihram, kemudian membungkukkan badan
sehingga punggung dan kepala dalam keadaan lurus, telapak tangan
menggenggam lutut dengan jari-jari direnggangkan. Dari Abu Humaid As
Sa’idi mengatakan: “Nabi shallallahu’alaihi wasallam jika rukuk, beliau
meletakkan kedua tangannya pada lututnya, dan meluruskan punggungnya”
(HR. Al Bukhari). Ketika rukuk membaca doa: “subhaana rabbiyal ‘azhiim”
(HR. Al Bukhari) sebanyak 3x atau lebih.
10. I’tidal (bangun dari rukuk)
Bangun dari rukuk hingga berdiri tegak sambil mengucapkan:
“sami’allahu liman hamidah”, bagi imam atau orang yang shalat sendiri.
Bagi makmum membaca: “rabbanaa walakal hamdu”. Sambil mengangkat kedua
tangan seperti cara mengangkat tangan ketika takbir.
11. Melakukan sujud pertama
Dari kondisi berdiri setelah i’tidal, turun untuk bersujud
sambil mengucapkan “Allahu Akbar”. Para ulama berbeda pendapat apakah
lebih dahulu tangan ataukah lutut ketika turun. Yang rajih, wallahu
a’lam, sebagaimana riwayat dari Ibnu Umar: “bahwasanya ia turun sujud
dengan kedua tangannya sebelum lututnya” (HR. Al Bukhari secara
mu’allaq, Abu Daud). Cara sujud adalah dengan menempelkan 7 anggota
badan. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam : “aku
diperintahkan untuk sujud dengan 7 anggota badan: jidat (sambil
menunjukkan kepada hidungnya), 2 tangan, 2 lutut, dan jari-jari kedua
kaki” (HR. Bukhari-Muslim). Hadits ini menunjukkan bahwa hidung juga
termasuk yang wajib ditempelkan. Kemudian kedua tangan sejajar dengan
pundaknya atau pangkal telinganya, dengan jari-jari dalam keadaan rapat
dan menghadap kiblat. Lengan dibuka dan tidak menempel dengan badan.
“Nabi shallallahu’alaihi wasallam jika shalat (sujud) beliau
merenggangkan kedua tangannya hingga terlihat putihnya ketiak beliau”
(HR. Bukhari-Muslim). Namun ini dilakukan semampunya tanpa mengganggu
orang yang shalat di sebelahnya. Ketika sujud membaca doa: “subhaana
rabbiyal a’laa” sebanyak 3 kali atau lebih. Dianjurkan memperbanyak doa
ketika sujud, karena seorang hamba paling dekat dengan Rabb-nya adalah
ketika sujud.
12. Duduk di antara 2 sujud
Bangun dari sujud sambil mengucapkan “Allahu akbar” tanpa
mengangkat tangan, kemudian duduk iftirasy. Duduk iftirasy adalah duduk
dengan cara menegakkan telapak kaki kanan dan posisi jari-jarinya
menghadap kiblat. Sedangkan kaki kiri dalam keadaan tidur dan diduduki
oleh pantat. Kedua tangan diletakkan di atas paha, jari-jari menghadap
ke kiblat. Ketika duduk, mengucapkan doa: “rabbighfirlii” (HR. Abu Daud,
Ibnu Majah, An Nasa-i. shahih).
13. Melakukan sujud kedua
Dari posisi duduk, turun untuk sujud sambil mengucapkan
“Allahu Akbar”, kemudian sujud dengan tata cara sujud yang sama seperti
sujud pertama.
14. Melakukan duduk istirahat dan bangun menuju rakaat kedua
Dari posisi sujud, bangkit tanpa bertakbir, untuk duduk
sejenak dengan posisi duduk iftirasy. Lalu bangun untuk berdiri menuju
rakaat yang kedua sambil mengucapkan “Allahu Akbar” dan mengangkat kedua
tangan seperti cara mengangkat tangan pada takbiratul ihram. Takbir ini
dinamakan takbir intiqal. Intiqal artinya berpindah, karena takbir ini
dilakukan ketika berpindah dari satu rukun menuju rukun berikutnya.
15. Melakukan tata cara yang sama seperti rakaat pertama
Setelah melakukan takbir intiqal, berdiri secara sempurna
dan bersedekap sebagaimana pada rakaat pertama. Kemudian seterusnya
melakukan hal yang sama seperti pada rakaat pertama. Perbedaan hanya
terletak pada beberapa hal:
- Pada rakaat kedua dan seterusnya, tidak disyariatkan membaca doa istiftah. Sebagaimana namanya, istiftah artinya ‘membuka’, hanya disyariatkan pada rakaat pertama. Maka, setelah takbir intiqal, langsung membaca basmalah dan seterusnya.
- Pada shalat yang jumlah rakaatnya lebih dari dua, maka rakaat ketiga atau rakaat keempat, bacaan Al Fatihah dan bacaan surat tidak dikeraskan
- Pada rakaat kedua, pada shalat yang rakaatnya lebih dari dua, setelah bangun dari sujud yang kedua, tidak melakukan duduk istirahat melainkan duduk tasyahud awal dan melakukan tasyahud awal.
- Pada rakaat terakhir, berapapun jumlah rakaatnya, setelah bangun dari sujud yang kedua, tidak melakukan duduk istirahat melainkan duduk tasyahud akhir dan melakukan tasyahud akhir.
16. Cara duduk tasyahud awal
Duduk dengan posisi duduk iftirasy, kemudian mengangkat
jari telunjuk kanan hingga lurus ke arah kiblat. Sambil membaca doa: “at
taahiyaatu lillah was sholawaatu wat thoyyibaatu, as salaamu ‘alaika
ayyuhannabiyyu warohmatulloohi wabarokaatuh, assalaamu ‘alaina wa’alaa
ibaadillaahis shoolihiin, asyhadu allaa ilaaha illallooh wa asyhadu anna
muhammadarrosuulullooh” (HR. Bukhari-Muslim). Dan ada beberapa bacaan
doa tasyahud lainnya yang shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam.
Dianjurkan untuk membaca shalawat saat tasyahud awal. Setelah tasyahud
awal, berdiri menuju rakaat ketiga sebagaimana telah dijelaskan.
17. Cara duduk tasyahud akhir
Para ulama berbeda pendapat mengenai posisi duduk tasyahud
akhir, sebagian ulama menyatakan bahwa posisinya tawarruk, yaitu duduk
dengan cara menegakkan telapak kaki kanan dan posisi jari-jarinya
menghadap kiblat. Sedangkan telapak kaki kiri berada di depan kaki kanan
dan bokong menyentuh lantai. Sebagian ulama menyatakan, untuk shalat
yang dua rakaat, maka duduk tasyahud akhir dengan posisi iftirasy. Namun
dalam masalah ini, perkaranya longgar. Kemudian mengangkat jari
telunjuk kanan hingga lurus ke arah kiblat. Sambil membaca doa tasyahud
sebagaimana pada tasyahud awal, lalu diwajibkan untuk membaca shalawat:
“Alloohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa
shollaita ‘alaa Ibroohiim, wa ‘alaa aali Ibroohiim, innaka
hamiidummajiid” (HR. Bukhori-Muslim). Terdapat juga lafadz lain yang
shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam .
18. Berdoa sebelum salam
Dianjurkan membaca doa sebelum salam. Yaitu doa: “Allohumma
inni a’udzubika min ‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil qobri, wa min
fitnatil mahyaa wal mamaat, wa min syarri fitnati masiihid dajjaal” (HR.
Muslim). Kemudian dianjurkan membaca doa apa saja yang diinginkan.
19. Salam
Dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” sambil
menoleh ke kanan hingga pipi kanan terlihat dari belakang. Dan
mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” sambil menoleh ke kiri
hingga pipi kiri terlihat dari belakang. Dan tidak terdapat hadits
shahih mengenai mengusap wajah setelah salam, sehingga hal ini tidak
perlu dilakukan.
Semoga Allah Ta’ala memberikan taufiq kepada kita semua dan
menerima amal ibadah yang kita lakukan. Wabillahi at taufiq was sadaad.
Rujukan utama: Sifatu Shalatin Nabi karya Syaikh Abdul Aziz Ath Tharifi hafizhahullah
Penulis : Yulian Purnama, S.Kom. (Alumni Mahad Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Murojaah : Ust. Aris Munandar, SS, MPI
Pertanyaan :
Bagaimana cara melakukan sujud yang benar?
Jawab:
Cara sujud adalah dengan menempelkan 7 anggota badan.
Sebagaimana sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam : “aku diperintahkan
untuk sujud dengan 7 anggota badan: jidat (sambil menunjukkan kepada
hidungnya), 2 tangan, 2 lutut, dan jari-jari kedua kaki” (HR.
Bukhari-Muslim).
0 Komentar